Siapa yang mempergunakan hartanya untuk memelihara kehormatan dirinya, maka ia seorang yang cerdas.
Siapa yang menjadikan hartanya sebagai sarana untuk memperbanyak saudara, maka ia seorang yang bijaksana.
Dan siapa yang memaksimalkan hartanya
untuk mentaati Allah, maka ia seorang yang berbuat baik. “Sesungguhnya
rahmat Allah itu amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” Al
A’raf: 56.
(hakadza allamatnil hayat, DR Mustafa Siba’i).
(hakadza allamatnil hayat, DR Mustafa Siba’i).
Saudaraku…
Allah Swt berfirman, “Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Amalan-amalan yang kekal
lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik
untuk menjadi harapan.” Al Kahfi: 46.
Artinya orang kaya dalam pandangan Allah
adalah orang yang memiliki harta dan anak-anak. Atau salah satu
darinya. Terlebih memiliki kedua-duanya. Karena harta dan anak merupakan
perhiasan hidup kita. Keduanya bisa menjadi lumbung pahala bagi kita.
Harta jika kita mampu memanfaatkannya dengan baik dan selaras dengan
aturan main-Nya, maka ia memberikan panen pahala yang berlimpah di
akherat sana. Sedangkan anak-anak keturunan kita, bila kita bisa
mengarahkan dan mendidik mereka dengan warna pendidikan Islam, maka
mereka adalah investasi jangka panjang milik kita.
Tapi sebaliknya, ia bisa menjadi fitnah
atau bencana bagi kita, jika kita salah guna atau kurang mampu
menjadikannya sebagai sarana mengukir amal-amal shalih dalam kehidupan
kita. “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu. Di
sisi Allah-lah pahala yang besar.” At Taghabun: 15.
Harta yang kita punya, dapat menjadi proyek investasi menjanjikan di akherat jika kita pergunakan dalam tiga hal.
• Demi memelihara kehormatan diri
Harta milik kita, jika kita nafkahkan
untuk mencukupi kebutuhan kita dan keluarga serta orang-orang yang
berada dalam tanggung jawab kita. Seperti pengadaan sandang, pangan,
lading, pekarangan, kendaraan dan seterusnya. Sehingga orang-orang yang
menjadi tanggungan kita merasakan hidupnya nyaman dan tersenyum menatap
hari-hari esoknya. Wajah tak tertunduk lesu di hadapan orang lain. Tidak
mengharap uluran tangan dan bantuan dari orang lain. Tidak
meminta-minta kepada orang lain karena kekurangan dan ketiadaan harta.
Termasuk dalam bab ini; mencukupi biaya
pendidikan anak-anak kita. Agar mereka dapat mengecap pendidikan yang
lebih tinggi dari kita selaku orang tua. Agar mereka bisa menikmati
dunia pendidikan yang lebih luas dari kita. Dan tentunya kita pilihkan
sekolah ideal bagi mereka. Yang memadukan ketinggian ilmu-ilmu dien dan
kekuatan ilmu pengetahuan umum.
Cukup masuk dalam katagori tiada
memiliki kecerdasan, bakhil, pelit dan kelewat ngirit, jika kita tidak
memperhatikan keperluan asasi keluarga kita dan orang-orang yang berada
di bawah tangung jawab kita.
Tapi bukan berarti kita harus memaksakan diri memenuhi tuntutan tersebut di atas. Sesuatu yang berada di luar batas kemampuan kita, sehingga mendorong kita selalu berhutang dan mencari pinjaman di sana sini.
Tapi bukan berarti kita harus memaksakan diri memenuhi tuntutan tersebut di atas. Sesuatu yang berada di luar batas kemampuan kita, sehingga mendorong kita selalu berhutang dan mencari pinjaman di sana sini.
• Harta untuk meraih sahabat dan saudara di jalan Allah Swt
Hidup terasa indah berseri, jika hidup
kita dihiasi sahabat dan saudara di jalan Allah swt. Ukhuwah Islamiyah,
menjadikan kita kuat dan lebih bersemangat melanjutkan perjalanan hidup
kita menuju Allah swt. Bersaudara karena Allah, merupakan sebab mendapat
naungan Allah swt di akherat kelak. Di mana pada hari itu tiada naungan
kecuali naungan-Nya.
Salah satu kiat meraih banyak sahabat di
jalan ini adalah menggemakan rasa syukur kepada-Nya dan berbagi karunia
harta yang kita punya untuk mereka yang membutuhkan. Harta kita
pecahkan untuk membantu melunasi hutang orang lain. Membantu
kesulitannya, membiayai pendidikan anak-anak yang kurang mampu.
Mendamaikan pihak-pihak yang berseteru. Atau memberi pinjaman bagi orang
yang memerlukannya. Menurunkan harga kontrakan bagi orang yang mepet
biaya, tentunya bagi yang punya kontrakan. Meringankan biaya haji dan
umrah untuk mereka yang ber-income pas-pasan. Dan sudah barang tentu ini
dilakukan oleh pemilik travel haji dan umrah dan begitu seterusnya.
Dengan demikian, kita akan meraih banyak
saudara dan sahabat di jalan Allah swt. Kapan pun dan di manapun kita
berada. Di lingkungan tempat tinggal kita, di kantor tempat kerja, di
tempat ibadah, tempat-tempat pertemuan dan lain sebagainya. Itulah orang
yang bijaksana.
Sebaliknya, pengalaman hidup
mengingatkan kita; bahwa harta yang berlimpah akan mendatangkan musuh
dan seteru serta persaingan negative. Jika kita tidak mampu merasakan
kehadiran mereka dalam hidup kita. Tidak mendengar keluh kesah mereka.
Tidak mampu meraba kesulitan mereka. Dan tentunya jika kita tak
memperdulikan keadaan dan kondisi mereka.
• Memaksimalkan harta sebagai sarana mentaati Allah Swt
Saudaraku…
Banyak ladang amal ketaatan yang dapat
kita ukir dengan sandaran harta yang Allah swt karuniakan kepada kita.
Sedekah yang difardhukan (zakat), sedekah yang disunnahkan (infak),
menghadirkan seulas senyum terindah dari kaum fakir dan miskin dengan
uluran tangan kita. Masjid, langgar, suro dan mushalla dalam kondisi
memprihatinkan di kampung kita, menanti sapaan kita. Anak-anak yatim di
panti asuhan, mengharap usapan kasih dari kita. Guru-guru di pesantren
dan madrasah diniyah di desa sebelah, juga memerlukan kunjungan dan
jabat tangan kita. Para janda di sekitar kita, juga menagih simpati
kita. Perjuangan umat Islam pun memerlukan subsidi harta milik kita. Dan
begitu seterusnya. Itu merupakan warna ketaatan kita kepada Allah swt
dengan sarana harta titipan-Nya kepada kita.
Bercermin dari kehidupan sahabat. Mereka
berlomba-lomba mengukir ketaatan dengan sarana harta milik mereka.
Biaya besar yang dibutuhkan kaum muslimin dalam perang Tabuk tahun 9 H
tertutupi dengan kontribusi harta dari beberapa sahabat terkemuka.
Abu Bakar ra menyerahkan seluruh harta yang dimilikinya.
Umar bin Khattab ra menginfaqkan separuh hartanya.
Utsman bin Affan ra mendermakan 1000
ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham. Di mana nilainya sama
dengan sepertiga biaya perang tersebut.
Abdurrahman bin Auf ra datang dengan
membawa dua ratus ‘uqiyah emas, jumlah derma yang membuat kita
menggeleng-gelengkan kepala tanda takjub tak terkira.
Jika kita mampu melakukan hal tersebut,
maka janji-Nya terasa dekat. Limpahan rahmat-Nya akan mengalir deras
menggenangi kehidupan kita.
Saudaraku…
Jika kita tidak menggunakan harta kita
untuk kepentingan tiga perkara tersebut di atas, itu artinya kita
membiarkan harta milik kita menjadi bencana dan fitnah bagi kita.
Apakah kita ingin menjadi orang yang
cerdas, bijaksana dan selalu berbuat ihsan terhadap sesama? Buktikan
keinginan kita ini dengan bersikap cerdas dan bijaksana serta berbuat
kebaikan lewat jalur harta milik kita. Walalhu a’lam bishawab.
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far
(http://www.facebook.com/profile.php?id=100000992948094)
(http://www.facebook.com/profile.php?id=100000992948094)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar